Asosiasi Guru Penulis Lembata

Hadiah Buku Pendidikan Matematika Realistik yang diberikan oleh Arie Wibowo, M.Pd guru matematika asal Kalimantas Selatan dalam momen Olimpiade Guru Nasional Tahun 2018 di Hotel D'Max, Praya, Lombok, Nusa Tenggara Barat tanggal 4 - 8 Mei 2018

Perwakilan NTT

Lima perwakilan NTT dalam ajang olimpiade guru nasional tahun 2018 yang terdiri dari guru mata pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan guru kelas SD bersama para petinggi Kesharlindung Dikdas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Busana Daerah Papua

Bersama perwakilan guru asal Papua dalam ajang olimpiade guru nasional tahun 2018 saat malam penutupan, yang diwarnai dengan kekaragaman busana daerah masing-masing

Display Inovasi Pembelajaran

Menyanggahi pertanyaan para juri pada tahapan display dalam ajang Inovasi Pembelajaran tahun 2017 di Hotel Mercure Harvestland, Kuta, Bali, tanggal 4 - 8 September 2017

Wisata ke Pandawa

Diberikan kesempatan oleh panitia inobel untuk wisata bersama kelompok MIPA. Ini adalah salah satu destinasi wisata di Bali yang saya senangi

Rabu, 18 Mei 2016

Berhenti belajar setelah menjadi guru

Pemahan miring guru tentang assesmen menggambarkan kelemahan kita sebagai pendidik yang cenderung berhenti belajar setelah menjadi guru. Guru sering menasehati siswanya untuk giat belajar, namun dirinya sendiri tidak demikian. Lalu apa yang harus dituru dari dirinya?

Kemampuan mengajar di kelasnpun sering dianggapnya sudah lebih dari cukup, walaupun masih banyak kelemahan yang muncul saat proses pembelaran. Apalagi ditambah penilaian yang terkesan hanya berpatok pada aspek kognitif saja, dan mengabaikan kedua aspek lainnya. Lebih dari itu, ketidaktuntasan siswa dianggap sebagai kelemahan individu siswa yang bersangkutan. Padahal nilai tersebut, menggambarkan keberhasilan atau kegagalannya seorang guru selama melakukan proses pembelajaran.

Mengejar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan satuan pendidikan, juga menjadi target yang paling diutamakan. Lalu apakah sang penentu KKM mengetahui dengan benar tingkat kompleksitas setiap mata pelajaran? Jawabannya bisa ditebak "mengarang". Akhibanya jurus mendongkrakpun mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mematikan katakter (jujur) baik dalam diri guru maupun siswa.

Sepertinya hasil sulap yang dilakukan guru setiap tahun, sudah terserap dan dipahami benar oleh siswa ketimbang pembelajaran yang diberikan gurunya. Kini kita telah memunculkan karakter baru yang sangat tidak diharapkan "mental santai" dari diri siswa. Bahkan lebih dari itu, hasil Ujian Nasional (UN) dijadikan patokan utama mutu suatu lembaga pendidikan. Haruskah demikian?


contoh_laporan_PPL_lesson_study
artikel_lesson_study

“mental santai” karekter yang dihasilkan guru saat ini

 DICUEKIN
Kemampuan mengajar guru di kelas sering dianggapnya sudah lebih dari cukup, walaupun masih banyak kelemahan yang muncul saat proses pembelaran. Apalagi ditambah penilaian yang terkesan hanya berpatok pada aspek kognitif saja, dan mengabaikan kedua aspek lainnya. Lebih dari itu, ketidaktuntasan siswa dianggap sebagai kelemahan individu siswa yang bersangkutan. Padahal nilai tersebut, menggambarkan keberhasilan atau kegagalan seorang guru selama melakukan proses pembelajaran.

Mengejar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan satuan pendidikan, juga menjadi target yang paling diutamakan. Lalu apakah sang penentu KKM mengetahui dengan benar tingkat kompleksitas setiap mata pelajaran? Jawabannya bisa ditebak "mengarang". Akhibatnya jurus mendongkrakpun mulai diterapkan dalam dunia pendidikan. Sesungguhnya hal tersebut dilakukan hanya untuk mematikan katakter (jujur) baik dalam diri guru maupun siswa.

Lebih diperparah lagi kaeran hasil sulap yang dilakukan guru setiap tahun, sudah terserap dan dipahami dengan benar oleh siswa ketimbang pembelajaran yang diberikan gurunya. Secara sadar, saat ini kita telah memunculkan karakter baru yang sangat tidak diharapkan "mental santai" dari diri siswa. Bahkan lebih dari itu, hasil Ujian Nasional (UN) dijadikan patokan utama mutu suatu lembaga pendidikan. Haruskah demikian?


Guru yang penuh kreatif dan inovatif adalah guru yang mau untuk terus melakukan reflektif demi memperbaiki proses pembelajaran di kelasnya dan tak pernah merasa  takut ketika siswanya menghadapi ujian nasional. Mari kita refleksikan dan berbenah demi generasi abad 21 yang lebih baik.